Uncategorized

SOSOK Sumy Hastry yang Autopsi Ulang Tuti dan Amalia, Polwan Pertama yang Jadi Dokter Forensik

Autopsi ulang dilakukan terhadap korban pembunuhan di Subang, Tuti Suhartini dan Amalia Mustika Ratu, Sabtu (2/10/2021). Seperti diketahui, Tuti dan Amalia ditemukan tewas di dalam bagasi mobil Alphard di kediaman mereka, Desa Jalan Cagak, Kecamatan Jalan Cagak, Subang, Jawa Barat, Rabu (18/8/2021). Namun, sudah hampir dua bulan berlalu, pelaku pembunuhan belum terungkap.

Autopsi ulang pun dilakukan untuk mencari kesesuaian antara bukti dan petunjuk yang ditemukan pihak kepolisian. "Kita sedang mencari kesesuaian antara bukti dan petunjuk yang telah kita temukan yang baru dengan penyebab kematian," ungkap Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Erdi A Chaniago, Senin (18/8/2021), dikutip dari . Autopsi ulang terhadap jasad Tuti dan Amalia melibatkan tim gabungan Mabes Polri, Polda Jabar, dan Polres Subang.

Kombes Pol Dr. dr. Sumy Hastry Purwanti menjadi satu diantara anggota tim gabungan yang turut melakukan autopsi ulang terhadap jasad Tuti dan Amalia. Sumy yang lahir pada 23 Agustus 1970 ini bukanlan sosok sembarangan. Ia adalah polisi wanita (polwan) pertama yang menjadi dokter forensik.

Awal Sumy terjun ke dunia forensik bermula di tahun 2000. Saat itu dirinya mengikuti sebuah operasi di tempat kejadian pembunuhan. Kasatreskrim Poltabes Semarang kala itu, AKP Purwo Lelono, menyarankan agar Sumy berfokus pada bidang forensik.

Terlebih saat itu belum ada fokter forensik perempuan di kepolisian. “Ketika mendapat saran itu, saya termotivasi karena keahlian forensik ketika itu belum dimiliki polwan lain." "Saya adalah polwan pertama yang menjadi dokter forensik,” ungkap Sumy dalam wawancaranya bersama Harian Kompas edisi 26 Agustus 2015.

Tugas pertama Sumy di bidang forensik adalah mengidentifikasi jasad korban bom Bali I di tahun 2002. Dalam penugasan itu, ia adalah wanita pertama dari anggota tim forensik asal Indonesia. Dari tugas pertamanya tersebut, Sumy semakin bertekat untuk fokus di bidang forensik.

Ia pun melanjutkan studi di bidang kedokteran forensik di Universitas Diponegoro selama tiga tahun, 2002 2005. Setelahnya, Sumy mengikuti kursus Disaster Victim Investigation (DVI) di Singapura pada 2006. Tak hanya DVI, ia juga mendapatkan pendidikan spesialis lainnya, seperti kursus DNA di Malaysia pada 2007.

Lalu, kursus identifikasi luka ledakan di Perth, Australia tahun 2011. Selain kursus, Sumy juga pernah mengikuti sejumlah pertemuan ahli forensik dunia, seperti di New Delhi, India pada 2010. Lalu di Chicago, Amerika Serikat (AS) tahun 2011; di Den Haag, Belanda tahun 2012; dan di Lyon, Prancis tahun 2014.

Dilansir Kompas.com , berikut ini deretan kasus dimana Sumy terlibat dalam proses identifikasi korban: Bom Bali I (2002); Bom Kedubes Australia di Jakarta (2004);

Kecelakaan pesawat Mandala di Medan (2005); Bom Bali II (2005); Bencana gempa bumi Yogyakarta (2006);

Bom Hotel JW Marriott Jakarta (2009); Identifikasi jasad teroris Noordnin M Top (2009); Gempa bumi di Padang, Sumatera Barat (2009);

Kecelakaan Airasia QZ 8501 (2014); Kecelakaan pesawat Sukhoi SSJ0100 di Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat (2012); Kecelakaan pesawat Hercules TNI AU di Medan, Sumatera Utara (2015);

Kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ 182 (2021). Selain kasus dan bencana di atas, Sumy pernah bergabung menjadi tim DVI internasional saat mengindentifikasi korban pesawat Malaysia Airlines MH17. Lewat penugasan itu, ia menjadi polwan DVI pertama yang bertugas di level internasional.

Tercatat, Sumy pernah meraih penghargaan dari Presiden RI ke 6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2010. Juga dari Kapolri Jenderal Pol Badrolin Haiti di tahun 2015.

Comment here